Sabtu, 11 Juli 2020

Masa Kecil

Bismillahirrahmanirrahim...



Sore hari,
Aku keluar rumahku. Ingin melihat betapa indah karunia Allah SWT, langit jingga di sore hari. Aku tertegun sejenak. Ingin rasanya terbang layaknya seekor burung merpati. Melintasi awan awan di langit. Hinggap diantara rimbunnya pohon pohon di sana. Aku pikir mereka tak pernah lelah. Karena tak berjalan. Aku pikir mereka juga selalu bahagia. Bernyanyi dengan merdunya di setiap pagi.
Saat pikiranku berhalusinasi, tiba tiba aku mendengar suara anak kecil tertawa dengan riangnya. Entah mengapa mereka bisa terlihat sangat bahagia. Sungguh, saat itu adalah peristiwa yang sangat langka. Apalagi di jaman sekarang, jaman yang antah berantah. Tak ada lagi anak perempuan bermain congklak dan anak laki laki bermain petak umpet. Atau bermain kotak pos yang saat jamanku sangat disukai permainan itu. Mereka juga terlihat bercerita satu sama lain. Mengekspresikan diri dan bermain-main dengan gundukan pasir itu. Tak pernah berpikir kotornya baju mereka dan akan dimarahi ibu saat pulang nanti.
Aku tak menyia-nyiakan peristiwa itu, aku mengeluarkan ponsel di saku dan mengabadikannya. Berharap suatu saat nanti bisa kutunjukkan pada mereka. Mengingatkan bahwa masa kecil adalah masa yang paling berharga. Bahagia rasanya, mereka tak memikirkan kesedihan. Kesedihan karena putus cinta misalnya. Mereka hanya tahu bermain dan bermain. Menangis hanya saat ketahuan tidak mengerjakan pr dan dimarahi gurunya.
Jujur saja, menulis tentang mereka aku jadi rindu masa kecilku. Ya, dulu aku sangat senang bermain. Bersama temanku yang mayoritas laki-laki. Aneh memang, di luar sana perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Namun, disini sebaliknya. Dulu aku sangat gembira, jika mereka mengajakku pergi ke sawah. Mencari buah ciplukan. Manis rasanya buah itu. Saat memancing di sungai dan mendapatkan ikan. Dan di sore harinya kami membuat tungku sederhana, lalu membakar ikan hasil tangkapan tadi. 
Waktu terus berputar, aku dan mereka sudah beranjak dewasa. Memiliki kesibukan dan kawan baru tentunya. Aku yang saat itu juga pergi merantau dan bila lebaran saja pulang ke desa. Sekarang, kikuk rasanya. Bila bertemu tak ada gurauan seperti dulu. Sibuk dengan ponsel masing-masing tentunya. Atau hanya sekedar bermain game online. Sekarang tak ada lagi orang yang mencari buah ciplukan, tak ada lagi anak anak yang memancing di sungai. Keruh dan tak terawat sungai itu.  Aneh, sungguh aneh memang. Lagi, lagi dan lagi. Aku ingin seperti dulu lagi.

Arfa Khalida Uzma

Jumat, 10 Juli 2020

Inspirasiku

Bismillahirrahmanirrahim


Sore hari,
"Kenapa sih hidup kog gini gini amat", batinku. 
Doain aku ya aku mau jadi penulis. Tiba tiba ada notifikasi chat dari sahabat terbaikku. Ya, dia Elina Kavya . Jadi, dulu saat aku masuk ke sekolah menengah pertama aku masih begitu kikuk untuk memperkenalkan diri kepada teman baru. Tapi dia, dia yang pertama kali menyapaku. "Assalamu'alaikum, aku Elina Kavya." Ucapnya sambil tersenyum kepadaku. "Wa'alaikumsallam, aku Arfa Khalida Uzma." Sejak saat itu aku merasa cocok berteman dengannya. Karena dia orangnya sangat ramah dan selalu jadi pusat perhatian karena tingkahnya. Aku menjadi orang yang sangat open minded waktu itu. Mungkin karena pengaruh bergaul dengan dia. 
Tapi, sebenarnya bukan hanya dia inspirasiku. Banyak sekali teman- temanku yang sangat mendukung. 
Sampai saat ini, meskipun kami sudah berpisah sekolah dan berjuang demi menggapai asa. Tapi, alhamdulillah hubungan komunikasi kami tetap berjalan. Setiap kali ada waktu, entah saat libur sekolah libur lebaran. Pasti aku selalu mengunjunginya. Setiap kali aku mengeluh karena lelah akan tugas tugas yang seakan tak mau berhenti seperti kasih ibu ( sepanjang masa ), aku selalu bercerita padanya. Dia selalu menyemangati diriku. Selalu memberikan solusi. Atau saat aku bersedih misalnya dia selalu menyanyikan sebuah lagu. Fyi, dia adalah salah satu vokalis Hadroh. Jadi bisa dibayangkan betapa merdu suaranya. 
Kadang aku berpikir, kenapa aku harus berpisah dengannya. Tak dapat setiap hari bertatap muka dengannya. Memang sekarang teknologi semakin canggih video call memang kerap kali kami lakukan. Tapi adakalanya saat kami mempunyai kesibukan masing-masing. Berhari hari tak berkabar. Aku tak membalas WhatsApp nya atau sebaliknya.
Tapi, di sore hari ini aku ingin mengingatkanmu wahai sahabatku. Sebuah karya. Karyamu yang hingga kini masih terpajang di sudut kamarku. Agar aku selalu ingat masa masa itu. Saat kita bisa setiap hari bercengkrama. Berbagi cerita indah. Menjaili teman sekelas. Tertawa karena lupa membawa pr. Menangis saat mendapat nilai ulangan jelek dan masih banyak lagi.
Kuharap kau masih mengingatnya.

Sahabat
Karya : Elina Kavya
Sahabat...
Sahabat adalah pembunuh
Pembunuh kesepian dalam diri kita
Sahabat...
Sahabat adalah pencuri
Pencuri perhatian kita dalam hal hal yang indah
Sahabat...
Sahabat adalah pembajak
Pembajak atas segala tingkah laku kita
Sahabat...
Sahabat adalah teroris
Peneror semua hal yang menggangu kita
Sahabat...
Sahabat adalah penjudi
Yang rela mempertahankan miliknya untuk kita
Sahabat...
Sahabat juga pecandu
Pecandu segala curahan hati kita
Jadi...
Sahabat pantas dipenjarakan
Dipenjarakan dalam hati kita
Untuk selamanya !!!

Arfa Khalida Uzma

Sekian dari saya, bila ingin kenal lagi bisa klik tautan ini ya!!!

Rabu, 08 Juli 2020

Seorang penulis

Bismillahirrahmanirrahim..


Sore hari
Kala itu, aku teringat dimana aku mendapatkan piagam penghargaan sebagai penulis cilik. Aku berpikir, apakah masa itu hanya kebetulan belaka atau memang aku berbakat ? Entahlah.
"Aku ingin jadi penulis" kataku pada Ibu. Ibuku adalah seorang yang sangat percaya diri sewaktu muda. Beliau selalu mendapat juara satu saat lomba berpidato maupun membaca puisi. Menjadi penyiar radio daerah yang berbakat pada masanya. Gemilang dan bahagia saat itu. Karyanya juga sangat banyak. Berlembar-lembar puisi picisan dan beberapa buku tebal sudah terkumpul. Menjadi MC ( Master of Ceremony ) disetiap acara Karang Taruna desaku. Masa itu memang belum kekinian seperti saat ini. Tak ada media sosial sebagai ajang personal branding.  Tetapi, ada satu hal yang membuat ibuku begitu berbeda menurutku. Beliau tak suka jika difoto. Foto ijazah pun sekarang sudah tak ada dalam kertas itu. Rasanya ingin meminjam mesin waktu agar bisa melihat ibuku waktu dulu. Namun disini, aku tak akan menceritakan kisah ibuku. Aku hanya sedang berproses menggapai asaku. Kalau ada orang yang berkata lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali memang sangat benar. Bukan maksud coba coba tapi aku berniat untuk selalu mencoba hal baru. Atau hal lama yang kucoba kembali. Entahlah.
Aku sedang menanam kata, memupuknya dengan banyak sekali makna, menyiramnya dengan sejuta alur ekspresi, lalu suatu saat nanti akan kupanen sebuah karya. Karyaku sendiri.
Tiada hasil tanpa adanya proses, lalu tiada proses tanpa ada usaha dan doa. Orang lain berhak menilai baik dan buruk, benar maupun salah. Namun satu hal yang pasti semangat di dada tak akan mati.

Arfa Khalida Uzma

Awalan


Tiada pohon tanpa benih, tiada rembulan tanpa malam. Lalu apakah ada tulisan tanpa kata ? Diri ini jauh dari sempurna.Selalu belajar dari ketidaktahuan, meski terkadang waktu tak rela.Selalu mencari sesosok ide yang pantas dikupas, meski raga terkadang tak membela. Bukan pujian yang kuhendaki, alangkah baik jika proses selalu dimaknai.
Arfa Khalida Uzma

Masa Kecil

Bismillahirrahmanirrahim... Sore hari, Aku keluar rumahku. Ingin melihat betapa indah karunia Allah SWT, langit jingga di sore hari. Aku ter...